Fiqih Generasi Z: Menavigasi Pendidikan Anak Usia Dini di Era Digital

Luthfatun Nisa’ 
Generasi Z, tumbuh besar dalam dekapan teknologi dan media sosial, membawa perspektif unik yang tak jarang bersinggungan dengan nilai-nilai tradisional, termasuk dalam ranah pendidikan Islam anak usia dini (PIAUD). Fiqih sebagai panduan hukum Islam memiliki peran krusial dalam merespons dinamika ini, terutama dalam konteks interaksi anak dengan media sosial yang semakin tak terhindarkan. Artikel opini ilmiah ini akan mengupas problematika Gen Z dalam memahami dan mengaplikasikan fiqih bagi pendidikan Islam anak usia dini di era digital, serta urgensi adaptasi pendekatan pendidikan.

Salah satu tantangan utama adalah interpretasi dan internalisasi nilai-nilai agama. Generasi Z terbiasa dengan informasi instan dan visual, seringkali kurang mendalami fondasi filosofis dan historis ajaran Islam. Dalam konteks PIAUD, hal ini dapat memengaruhi pemahaman mereka tentang konsep-konsep dasar seperti adab, batasan aurat, atau pentingnya interaksi sosial langsung. Media sosial dengan segala daya tariknya, seringkali menyajikan representasi nilai yang berbeda, bahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Problematika lain muncul dalam ranah interaksi dan sosialisasi anak. Generasi Z sebagai orang tua atau pendidik di masa depan, memiliki kecenderungan untuk mengandalkan media sosial sebagai sarana komunikasi dan bahkan hiburan bagi anak. Padahal, pada level umur anak usia dini menekankan pentingnya interaksi tatap muka, pengembangan kecerdasan emosional melalui kontak fisik, dan pembelajaran nilai melalui contoh nyata dari lingkungan sekitar. Penggunaan gawai yang berlebihan pada anak usia dini, yang mungkin dianggap praktis oleh Gen Z, berpotensi menghambat perkembangan kognitif, sosial, dan emosional mereka sesuai dengan tuntunan tumbuh kembang Islami.

Fiqih pada konteks PIAUD perlu merespons realitas ini dengan pendekatan yang relevan dan kontekstual. Bukan berarti menolak kemajuan teknologi, namun lebih kepada memberikan panduan yang jelas dan proporsional dalam pemanfaatannya. Misalnya, fiqih dapat memberikan batasan yang jelas mengenai konten media sosial yang layak dikonsumsi anak usia dini, menekankan pentingnya pendampingan orang tua dalam penggunaan gawai, serta mendorong model pembelajaran PIAUD yang mengintegrasikan teknologi secara bijak tanpa mengesampingkan interaksi langsung dan nilai-nilai adab Islami.

Pendidikan PIAUD di era digital menuntut adanya literasi digital yang kuat bagi para pendidik dan orang tua dari kalangan Gen Z. Mereka perlu dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang dampak media sosial terhadap perkembangan anak, serta kemampuan untuk menyeimbangkan antara pemanfaatan teknologi sebagai alat bantu pendidikan dengan penanaman nilai-nilai Islam yang kokoh. Kurikulum PIAUD juga perlu beradaptasi dengan memasukkan elemen-elemen yang relevan dengan tantangan zaman, seperti pendidikan karakter berbasis digital yang mengajarkan etika berinternet dan memilah informasi yang benar.

Sebagai penutup, fiqih pada konteks PIAUD memiliki peran yang sangat signifikan dalam membimbing Generasi Z agar mampu mendidik anak usia dini di era digital dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam. Adaptasi pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan pemahaman fiqih yang mendalam dengan literasi digital yang mumpuni menjadi kunci. Dengan demikian, anak-anak generasi penerus dapat tumbuh menjadi individu muslim yang cerdas, berakhlak mulia, dan mampu memanfaatkan teknologi secara positif.(nisa)

*Dosen Prodi PIAUD IAIN Madura

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *