Bermain Itu Belajar : Pentingya Memahami Esensi Belajar di PAUD

Diva Nur Hafidah

Banyak orang dewasa yang masih memandang bermain sebagai aktivitas remeh, bahkan kadang dianggap membuang waktu. Namun, dalam dunia pendidikan anak usia dini (PAUD), bermain bukanlah sekadar hiburan, melainkan strategi utama dalam pembelajaran. Anak-anak usia dini belum siap menerima pembelajaran formal yang padat seperti orang dewasa. Dunia mereka adalah dunia imajinasi, eksplorasi, dan rasa ingin tahu. Di situlah metode bermain mengambil peran penting sebagai jembatan yang menyenangkan dan efektif dalam proses tumbuh kembang mereka.

Bermain sebagai proses belajar alami, menurut Piaget, anak-anak pada usia dini berada dalam tahap praoperasional, di mana mereka belajar melalui pengalaman langsung dan kegiatan konkret. Dalam fase ini, bermain merupakan alat alami untuk memahami dunia, meniru peran sosial, membangun bahasa, dan mengekspresikan emosi.

Misalnya, ketika anak bermain dengan balok, ia sedang belajar tentang konsep matematika dasar seperti ukuran, bentuk, keseimbangan. Saat mereka bermain peran sebagai dokter, guru, atau penjual, sebenarnya mereka sedang memahami profesi, empati, dan interaksi sosial. Ketika mereka menyusun balok atau puzzle, mereka mengembangkan logika spasial, kesabaran, dan kemampuan problem solving. Bahkan dalam permainan yang tampak sederhana seperti bermain pasir atau air, anak melatih motorik halus, memahami tekstur, dan membangun konsep sains dasar seperti volume dan perubahan bentuk.

 Metode bermain dalam kurikulum PAUD, kurikulum Indonesia sudah mengakui pentingnya metode bermain. Prinsip “bermain sambil  belajar dan belajar seraya bermain” menjadi bagian dari pendekatan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak memaksa. Namun, penerapanya di lapangan masih sering mengalami tantangan. Ada kecenderungan sebagian orang tua dan pendidik untuk menuntut anak usia dini menguasai baca-tulis-hitung sebelum waktunya. Padahal, tekanan seperti itu bisa merampas masa emas anak dan menyebabkan stres serta penolakan terhadap belajar.

Pendidik PAUD seharusnya menjadi fasilitator yang merancang kegiatan bermain yang terarah dan sesuai dengan perkembangan anak. Bermain yang dimaksud bukanlah bermain bebas tanpa makna, melainkan bermain yang memiliki nilai edukatif, seperti bermain mengenal warna, berhitung lewat lagu, menari, bercerita, dan eksplorasi alam.

Relevansi Era Digital, tantangan baru di era digital membuat metode bermain dalam PAUD semakin relevan. Anak-anak sekarang lebih banyak terpapar gawai sejak dini. Meskipun teknologi bisa di manfaatkan untuk pembelajaran, namun bermain fisik, sosial, dan kreatif tetap tak tergantikan. Anak-anak butuh bergerak, berinteraksi langsung, dan mengeksplorasi lingkungan nyata agar perkembangan otak dan tubuhnya optimal.

Dalam konteks ini, metode bermain bukan hanya relevan tetapi semakin krusial. Bermain menjadi benteng alami untuk menjaga kesehatan mental dan fisik anak, sekaligus memperkuat hubungan sosial mereka.

Memandang bermain sebagai sarana belajar bukan sekadar wacana pendidikan, tapi sebuah kebutuhan. Anak belajar paling baik ketika mereka bahagia, merasa aman, dan bisa mengekspresikan diri. Oleh karena itu, metode bermain dalam PAUD bukan hanya cocok, tetapi juga harus dipertahankan dan dikembangkan. Kita perlu membangun kesadaran bahwa bermain bukanlah lawan dari belajar, melainkan bagian paling dasar dalam proses belajar itu sendiri. Maka, saat anak kita melihat anak bermain, jangan buru-buru menilai mereka sedang tidak belajar. Justru di sanalah proses belajar yang paling alami, menyenangkan, dan bermakna sedang berlangsung. (Diva)

*Mahasiswa Prodi PIAUD Universitas Islam Ibrahimy Banyuwangi

Categories: ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *