Silviana
Dalam dunia pendidikan, ada ungkapan bijak yang sering terdengar: “Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya.” Ungkapan ini bukan sekadar slogan, melainkan sebuah kenyataan yang seharusnya disadari setiap keluarga, terutama dalam fase penting perkembangan anak usia dini. Pada usia 0–6 tahun, otak anak berkembang pesat, dan mereka mulai belajar mengenali dunia. Dalam masa emas ini, keluarga khususnya orang tua memegang peran sentral yang tidak tergantikan oleh sekolah mana pun.
Keluarga adalah madrasah pertama yang akan membekali anak menghadapi dunia. Dalam pandangan Islam pun, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Hadis ini menekankan besarnya pengaruh orang tua dalam membentuk arah hidup dan keyakinan anak.
Anak-anak tidak lahir dengan pengetahuan atau nilai. Mereka belajar melalui pengalaman sehari-hari. Dan pengalaman pertama yang mereka terima adalah dari rumah. Di sanalah mereka mulai belajar berbicara, mengenali emosi, membentuk kebiasaan, meniru perilaku, dan membangun hubungan sosial. Semua itu berlangsung bahkan sebelum mereka mengenal guru formal di lembaga PAUD atau TK.
Anak yang dibesarkan dalam keluarga penuh kasih sayang, disiplin, dan komunikasi yang terbuka akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan berkarakter baik. Orang tua yang konsisten dalam memberikan contoh perilaku yang baik menjadi fondasi utama terbentuknya karakter anak. Aktivitas sederhana seperti membacakan buku cerita, mengajak anak berbicara, atau bermain bersama dapat merangsang perkembangan bahasa dan kognitif anak. Interaksi ini tidak bisa tergantikan oleh media digital atau gadget. Sejak dini, anak perlu diperkenalkan pada nilai-nilai keagamaan dan sosial. Mengajarkan berdoa sebelum tidur, berbagi dengan teman, atau menyapa orang lain dengan sopan adalah contoh pembelajaran penting yang dapat ditanamkan oleh orang tua setiap hari.
Namun, dalam realitas kehidupan modern, tidak sedikit orang tua yang salah memahami peran ini. Banyak yang menganggap bahwa pendidikan baru dimulai saat anak duduk di bangku sekolah. Mereka menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab mendidik kepada guru dan lembaga pendidikan. Padahal, guru hanya menyambung apa yang sudah (atau belum) ditanamkan orang tua sejak dini. Jika pondasi dari rumah lemah, guru akan kesulitan melanjutkan pembangunan karakter dan kecerdasan anak secara utuh.
Peran orang tua sebagai guru pertama tidak berarti mereka harus mengajarkan baca tulis sejak dini. Peran ini lebih dalam dari sekadar pelajaran akademik. Orang tua mengajarkan anak nilai kejujuran saat tidak membohongi mereka, menanamkan rasa percaya diri saat memberi dukungan, dan memperkenalkan kasih sayang saat memeluk dan mendengarkan mereka. Bahkan melalui hal-hal sederhana seperti mengucapkan terima kasih, meminta maaf, atau membantu orang lain, anak sedang belajar hal besar: nilai kehidupan.
Kehadiran dan keteladanan adalah kunci. Anak usia dini tidak belajar dari nasihat, tapi dari contoh. Mereka meniru apa yang mereka lihat. Jika orang tua memperlakukan orang lain dengan sopan, maka anak akan belajar hal yang sama. Jika orang tua bersikap kasar atau cuek, anak akan menganggap itulah cara bersosialisasi. Maka, menjadi “guru” bukan hanya soal memberi tahu, tetapi terutama menjadi panutan.
Tak bisa dipungkiri, kehidupan modern menuntut orang tua bekerja keras demi kebutuhan ekonomi. Namun, pendidikan anak tidak bisa ditunda atau dikompromikan. Sekaya apa pun orang tua, jika abai dalam mendidik anak sejak dini, maka hasilnya akan terasa ketika anak tumbuh tanpa arah yang jelas. Bahkan, banyak masalah remaja hari ini mulai dari kecanduan gawai, minim empati, hingga kehilangan sopan santun-berakar dari lemahnya pendidikan sejak usia dini di rumah.
Oleh karena itu, solusi harus dimulai dari kesadaran. Orang tua perlu meluangkan waktu, bukan hanya untuk memberi makan atau membeli mainan, tapi untuk hadir secara utuh dalam kehidupan anak. Berbicara dari hati ke hati, membaca buku bersama, mendengarkan cerita anak, atau berdoa bersama hal-hal kecil yang memberi dampak besar.
Selain itu, kerja sama antara orang tua dan lembaga PAUD juga sangat penting. Sekolah bukan tempat menitipkan anak, melainkan mitra dalam mendidik. Komunikasi yang baik antara orang tua dan guru akan menciptakan kesinambungan antara pendidikan di rumah dan di sekolah.
Peran orang tua dalam pendidikan anak usia dini bukanlah pilihan, melainkan kewajiban moral dan spiritual. Anak-anak adalah amanah yang akan menjadi cerminan orang tua di masa depan. Jika kita ingin menciptakan generasi yang berkarakter, cerdas, dan berakhlak, maka semuanya harus dimulai dari rumah dari pangkuan seorang ibu dan dari teladan seorang ayah. Karena sejatinya, pendidikan terbaik bukan dimulai dari ruang kelas, melainkan dari ruang keluarga.
*Mahasiswa Prodi PIAUD Universitas Islam Ibrahimy Banyuwangi
Tinggalkan Balasan