Baby Shark: Solusi atau Masalah Baru untuk Anak Tantrum Candu Gadget?

Sofiyatul Hindayani

Di era yang sudah serba digital ini, tidak heran lagi jika setiap harinya disuguhkan pemandangan anak-anak dengan layar birunya. Sudah menjadi hal yang sangat wajar anak-anak menonton youtube dan menenteng gadget kesana kemari. “Gadget itu menurut saya dapat digunakan tetapi tentu itu harus ada pembatasan waktu…” kata Direktur PAUD Kemendibud Ristek Komalasari pada wartawan, Senin (29/7/2024) lalu. Tapi faktanya anak-anak dibawah usia 6 tahun yang seharunya menonton gadget dengan durasi paling lama adalah 1 jam, anak-anak itu malah menonton gadget sampai berjam-jam lamanya. Lebih mirisnya lagi orang tua yang seharunya membatasi dan mengawasi anak dalam peggunaan gadget malah sibuk dengan pekerjaan mereka dan sengaja membiarkan anaknya menonton youtube agar tidak mengganggu pekerjaan mereka.

Wamendikdasmen (Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) menjabarkan “Dampak penggunaan gawai yang berlebihan pada anak usia dini yakni sebanyak 33,4% anak usia 0–6 tahun telah terbiasa menggunakan gawai. Bahkan 25% di antaranya berada di rentang usia 0–4 tahun”. Tidak heran lagi jika angka kecanduan gadget pada anak usia dini sampai sebanyak itu. Berdasarkan fakta yang penulis lihat dilapangan banyak sekali anak-anak yang tantrum karena minta gadget. Walaupun anak seusia mereka pasti yang ditonton hanya sekedar serial kartun ataupun lagu anak-anak seperti Baby Shark yang sedang bumbing-bumbingnya dijadikan media peralihan oleh orang tua agar anaknya tidak tantrum. Padahal yang membuat tantrum itu adalah yang mereka berikan pada anak.

Terlalu lama dan terlalu sering menonton gadget membuat anak-anak ketergantungan dengan gadget, sehingga rasanya kalau tidak nonton gadget 1 jam saja sudah ada yang kurang. Jadi tidak heran jika anak-anak sampai tantrum, menangis, guling-guling di lantai dan lain sebagainya hanya demi diberikan gadget untuk bisa menonton konten youtube favorit mereka.

Menurut penulis, fenomena seperti ini sangatlah tidak baik bagi anak-anak. Akan sangat disayangkan sekali jika fenomena seperti ini terus ternormalisasikan dikehidupan kita. Sebab paparan gadget yang terlalu lama dikhawatirkan dapat mengganggu optimalisasi perkembangan pada anak usia dini. Ada enam aspek perkembangan pada anak usia dini yang harus dioptimalisasikan. Yang pertama adalah aspek perkembangan moral dan agama, kemudian aspek perkembangan kognitif, aspek perkembangan bahasa, aspek perkembangan motorik, aspek perkembangan sosial-emosional, dan yang terakhir adalah aspek perkembangan seni.

Untuk mengoptimalisasikan pemenuhan kebutuhan enam aspek perkembangan anak usia dini tadi orang tua, keluarga, guru, dan lingkungan harus benar-benar memberi dukungan yang kuat. Bagaimana caranya?.

Jadi cara yang pertama adalah menjadi contoh yang baik untuk anak. Seperti yang kita tau bahwa anak usia dini merupakan seorang peniru ulung. Oleh karenanya penting sekali orang tua dan orang disekitar menjadi contoh yang baik untuk mereka. Jika anak sering melihat orang disekitarnya makan sambil nonton youtube, bermain game sampai larut malam, bermain gadget dengan durasi yang lama sekali, dan lain sebagainya. Bukan tidak mungkin anak meniru hal tersebut. Jadi jangan terlalu sering bermain gadget didepan anak dan gunakanlah gadget sebijak mungkin.

Cara yang selanjutnya adalah dengan membatasi dan mengawasi penggunaan gadget pada anak. Misalnya anak diberi waktu untuk memainkan gadget 1-2 jam saja dalam sehari. Dan jangan lupa untuk mengawasi konten yang ditonton oleh anak, jangan sampai mereka menonton konten yang sifatnya kekerasan atau bahkan sampai pornografi. Serta jangan lupa untuk memberikan edukasi kepada anak tentang bahaya bermain gadget terlalu lama supaya anak nantinya takut jika mau bermain gadget melebihi batas waktu yang kita berikan.

Cara lainya adalah dengan membuat aktivitas yang menyenangkan bersama anak. Orang tua bisa mengalihkan pikiran anak yang ingin main gadget dengan membuat aktivias yang menyenangkan. Seperti menggambar, mewarnai, jalan-jalan, dan berkebun di pekarangan rumah atau bisa juga dengan mengajaknya bermain dengan anak-anak seusianya. Selain cara tadi kita juga bisa mencoba alternatif lain dengan cara memberi mainan yang sesuai dengan usia anak ataupun mainan yang anak kita inginkan saat itu.

Mula-mula memang sulit sekali untuk menerapkan kebiasaan baru yang tanpa gadget itu pada anak. Apalagi jika anak sudah kecanduan dan tantrum jika tidak diberikan gadget. Sehingga penting sekali orang tua memiliki kesabaran ekstra untuk menghadapi anak-anak yang suka tantrum itu. Tapi usahakan orang tua disini tetap sabar, jangan sampai memarahi atau meneriaki anak yang sedang tantrum. Karena ditakutkan bisa menjadi trauma yang mengganggu kesehatan mental mereka. Jika semua cara tadi sudah dilakukan tapi anak masih suka tantrum dan kecanduan gadget semakin parah. Jangan ragu untuk membawa anak ke psikolog supaya mendapatkan penanganan yang lebih tepat terkait masalah kecanduan gadgetnya.

Untuk itu, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh penulis pada paragraf-paragraf sebelumnya terkait problematika anak-anak yang kecanduan gadget. Bahwa sebenarnya anak mengalami kecanduan gadget dikarenakan aktivitas indrawi mereka dan kurangnya pengawasan serta ketegasan orang tua dalam pembatasan penggunaan fasilitas yang telah diberikan oleh orang tua kepada anak. Sehingga hal tersebut membuat banyak anak-anak mengalami kecanduan gadget. Maka penting sekali bagi orang tua selalu mengawasi anak-anak dalam penggunaan gadget untuk menghindari fenomena seperti ini terus ternormalisasikan (sofi).

*Mahasiswa PIAUD Universitas Islam Ibrahimy Banyuwangi

Categories: ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *