Denok Dwi Anggraini
Di era modern sekarang ini, di tengah perkembangan zaman dan teknologi semakin berkembang serta informasi yang pesat, anak-anak usia dini semakin terpapar pada berbagai konten beragam, baik positif maupun negatif. Disamping itu berbagai perubahan sosial dan budaya yang mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap banyak hal, termasuk perlindungan anak. Salah satu fenomena yang muncul adalah normalisasi fantasi menyimpang (fantasi sedarah) yang lagi trending di sosial media, di mana berbagai konten yang tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai masyarakat mulai diterima secara luas. Dalam konteks ini, peran pemerintah menjadi sangat krusial untuk melindungi anak usia dini dari pengaruh negatif yang dapat merusak perkembangan mental dan emosional anak, bahkan dapat mempengaruhi aspek perkembangan anak lainnya.
Salah satu langkah awal yang dapat diambil pemerintah adalah dengan mengatur dan mengawasi konten media sosial yang beredar. Di era digital, anak-anak sangat mudah terpapar pada berbagai jenis konten, baik itu film, permainan video, maupun media sosial. Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang ketat terhadap konten yang dianggap tidak pantas untuk anak-anak, serta memberikan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar. Misalnya, dengan menerapkan sistem rating untuk film dan permainan yang dapat membantu orang tua dalam memilih konten sesuai dengan usia anak.
Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya perlindungan anak. Melalui kampanye edukasi, pemerintah dapat memberikan informasi kepada orang tua dan masyarakat tentang dampak negatif dari konten yang menyimpang. Program-program pelatihan bagi orang tua tentang cara mengawasi dan mendidik anak dalam menghadapi berbagai pengaruh negatif di media sosial juga sangat penting. Dengan meningkatkan kesadaran, diharapkan orang tua dapat lebih proaktif dalam melindungi anak dan memberi batasan screentime kepada anak.
Disamping itu, dalam hal ini pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam upaya perlindungan anak. Pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan LSM yang fokus pada perlindungan anak. LSM dapat membantu pemerintah dalam melakukan pemantauan, advokasi, dan memberikan dukungan kepada anak-anak yang menjadi korban dari pengaruh negatif. Dengan kolaborasi ini, diharapkan dapat tercipta program-program yang lebih efektif dan menyeluruh dalam melindungi anak-anak.
Pemerintah juga perlu memastikan bahwa ada penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran berkaitan dengan perlindungan anak. Hal ini termasuk tindakan terhadap eksploitasi anak, penyebaran konten pornografi, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Dengan adanya penegakan hukum yang kuat, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan terhadap anak.
Di era normalisasi fantasi menyimpang, anak-anak yang menjadi korban eksploitasi dari keluarga sendiri akan mengalami dampak psikologis yang serius akibat paparan konten yang tidak sesuai. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyediakan layanan psikologis yang mudah diakses bagi anak-anak dan keluarga. Layanan ini dapat membantu anak-anak yang mengalami trauma atau kebingungan akibat pengaruh negatif dari lingkungan sekitar.
Perlindungan anak di era normalisasi fantasi menyimpang merupakan tantangan besar yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah. Dengan regulasi yang ketat, edukasi masyarakat, kerjasama dengan LSM, penegakan hukum, dan penyediaan layanan psikologis, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi anak-anak. Melindungi anak adalah tanggung jawab bersama, dan pemerintah memiliki peran sentral dalam memastikan bahwa generasi mendatang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, jauh dari pengaruh negatif yang dapat merusak masa depan anak. Karena anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
*Dosen Prodi PIAUD IAIN Madura
Tinggalkan Balasan